Meraih Predikat Syakiriin, ‘Afiin, Dan Sajidin


Oleh: Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag (Guru Besar UIN Mataram)
Disampaikan pada Khutbah Idul Fitri 1443 H / 2 Mei 2022
di Ketanon Tulungagung, Jawa Timur



Hadirin-hadirat, kaum Muslimin-muslimat rahimakumullah

BidikNews - Hari ini merupakan hari mulia, yang diiringi gema takbir sejak tadi malam di seluruh penjuru negeri.  Sepatutnya kita bersyukur atas segala rahmat Allah yang tercurahkan, khususnya atas capaian yang diraih selama bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan. 

Kita juga bersyukur atas umur panjang, masih bisa beribadah sampai dengan hari terakhir Ramadhan kemaren dan telah menunaikan zakat fitrah untuk mensucikan diri kita.

Idul Fitri adalah awal kembali suci, setelah segala noda, dosa, dan sifat-sifat tak terpuji dibersihkan dalam ruang “karantina” bernama Bulan Ramadhan. Oleh karenanya, sudah semestinya manusia menjaga kesucian tersebut setelah Ramadhan usai, sampai dengan datangnya Ramadhan berikutnya.

Selama sebulan penuh kita berjibaku mengisi hari demi hari, malam demi malam dengan penuh semangat beribadah. Kita berpuasa dari terbit fajar sampai matahari tenggelam. Malam Ramadhan kita berbuka puasa dengan penuh keceriaan bersama orang-orang yang selalu berada dalam relung kerinduan, kemudian dilanjutkan dalam ibadah shalat isya’ berjamaah dan shalat sunnah tarawih. Kenangan itu kini telah berakhir seiring berakhirnya ramadhan.

Lantas, mampukah insan-insan beriman ini meraih predikat dan mengubah karakter kehidupannya usai Ramadhan yang telah berlalu? Tentu masing-masing kita dapat berintropeksi. Dalam khutbah ini perkenankan kami uraikan 3 karakter dan predikat yang semoga saja dapat kita meraihnya berkat tempaan sebulan punuh Ramadhan dan mempertahankannya usai idul fitri ini sebagai perwujudan dari nilai ketaqwaan yang menjadi tujuan akhir ibadah puasa.

suasana usai sholat idul Fitri  1443 H / 2 Mei 2022 di Ketanon Tulungagung, Jawa Timur

Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Jama’ah Idul Fitri yang dirahmati Allah

Pertama: Predikat menjadi hamba yang banyak bersyukur (Syakirin)

Allah berfirman: wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullāha 'alā mā hadākum wa la'allakum tasykurụn (QS. al-Baqarah 185).

Manusia sering kali mengabaikan syukur. Ia merasa segala yang telah didapatkan adalah hasil kerja keras atau jerih payahnya sendiri. Ia menganggap keberhasilan yang diraih karena kecerdasan dan kemampuannya. Ia lupa bahwa ada yang membantu, memberi jalan, yang memuluskan langkahnya dalam meraih itu. 

Siapa sesungguhnya yang melunakkan hati para pelanggan atau pembeli, para pekerja? siapa yang menggerakkan hati orang lain hingga tunduk dan mau bekerja sama? Sejatinya adalah Allah. Syukur adalah bentuk dari rasa terima kasih kepada-Nya atas semua yang telah Dia lapangkan untuknya. Dengan syukur, ia akan menyadari, sejatinya mereka bukanlah apa-apa tanpa campur tangan Allah Swt.


Syukur akan membawa manusia pada sikap tawadhu atau rendah hati, tidak sombong. Karakter ini juga akan mencegah sesorang untuk berambisi terlalu jauh hingga melanggar hukum atau menghalalkan segala cara. Orang yang rakus terhadap sesuatu tanpa pernah merasa puas, itu salah satu tanda tidak bersyukur. Syukur akan selalu menempatkan seseorang di jalan yang benar, lurus, dan baik. 

Orang yang bersyukur takkan pernah iri hati dengan apa yang diraih orang lain, karena ia sepenuhnya sadar, dirinya juga mendapatkan bagiannya sendiri dari Allah.

Acapkali manusia minder, putus asa, lemah tak berdaya, karena kehilangan karakter kesyukuran.  Seringkali manusia merasa angkuh, sombong, dan dengki, itu karena hilangnya watak kesyukuran. Maka Puasa Ramadhan, dan ibadah-ibadah secara keseluruhan menggembleng karakter kesyukuran untuk kita sekalian. 

Ada satu hal yang perlu dicamkan, menjadi pribadi yang benar-benar bersyukur itu tidaklah mudah. Dalam al-Qur’an disebut: wa qalilum min ibadiyas syakur. Sesungguhnya sedikit hamba-hambaku yang benar-benar bisa bersyukur. Karena itu karekter ini harus kita tanamkan dengan kuat, kepada kita sendiri, juga anak-anak kita dan keluarga. 

Jika kita keadaannya cukup, Alhamdulillah kita syukuri, jika mungkin kita berkekurangan tetaplah kita bersyukur karena masih banyak orang-orang yang dibawah kita. Bahkan jika kita susah, harusnya juga tetap dijaga rasa syukur itu karena masih banyak orang-orang yang lebih susah lagi. Maka dari itu perlu dilatih dan dibiasakan terus, mulai bersyukur dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita perhatikan nasehat Rasulullah Saw bahwa sesuatu yang sedikit pun harus disyukuri, karena jika seseorang tidak bisa mensyukuri “yang sedikit” maka “yang banyak“ pun biasanya juga tidak atau kurang disyukurinya. Beliau bersabda :”Man lam yasykuril qalil lam yasykuril katsir, wa man lam yasykurinnnas lam yasykurillah”.

Siapa yang tak bersyukur dalam kekurangan tentu tak akan pernah mampu syukur dalam kecukupan, Siapa yang tak syukur dalam dimensi kemanusiaan, tak akan pernah bisa bersyukur dalam dimensi keilahiyan Allah yang maha Rahman. Siapa yang kurang berterima masih kepada manusia, maka dia juga akan kurang bersyukur kapada Allah.

Berdasarkan riset ilmu kesehatan, bersyukur dapat membantu kita memiliki suasana hati yang lebih baik, kualitas tidur yang lebih baik, bagus untuk kesehatan jantung, menguragi stress dan menurunkan jumlah peradangan dalam tubuh. Tetaplah bersyukur atas segala keadaan, kebahagiaan akan selalu tersemayam dalam di relung hati sanubari kita sekalian.


Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Jama’ah Idul Fitri yang dirahmati Allah

Kedua: Predikat sebagai Pemaaf (‘Afin)

QS. Ali Imran 134 menyebutkan: Allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn

Orang-orang yang bertakwa ialah orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah dalam keadaan lapang maupun susah, yang menahan amarahnya meskipun sebenarnya mampu melampiaskannya, dan yang memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik yang memiliki perangai semacam itu.

Lebaran selalu dihiasi dengan ber-mushofahah, alias salam-salaman. Ini bukan sekedar “salaman” tetapi mengandug makna mengikhlaskan kesalahan dan memaafkan setulus hati. Di hari yang suci ini marilah kita saling menebar maaf, karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah Swt. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing-masing individu.

Karakter pemaaf itu melekat pada diri para Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang saleh. Sayyidina Ali RA pernah berkata: “bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang paling mulia, sedangkan memberi maaf lebih mulia dimata Allah”.

Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf AS yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkan ke dalam sumur, sikap tersebut juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Mekkah yang dulu memusuhi dakwahnya,  menyiksa dan mengusirnya. 


Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Mekkah berbondong-bondong masuk Islam. Demikian pula beliau senantiasa meminta maaf kepada para sahabatnya. Menjelang akhir hayatnya beliau mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka, siapa-siapa yang disakiti atau merasa tersinggung selama dalam kepemimpinannya.

Kaum Muslimin-muslimat sidang ‘Id rahimakumullah

Dalam kehidupan sehari-hari ada saja perbuatan orang lain yang tidak berkenan bahkan menyakitkan hati kita. Bila kita menyimpannya dalam hati, rasa sakit itu ternyata menimbulkan berbagai dampak fisik dan psikologis. Sakit hati membahayakan kesehatan jantung dan sistem peredaran darah, kanker, tekanan darah, tukak lambung, dan sakit kepala. 

Sakit hati juga menjadikan hati manusia dipenuhi marah, dendam dan benci kepada orang lain. Ini menjadi sumber depresi manusia. Hati yang dipenuhi energi negatif, akan mengarahkan individu untuk berkata-kata yang tidak sopan, bahkan hujatan dan ujaran kebencian di depan publik.

Sesungguhnya, apapun yang terjadi, termasuk perilaku orang lain yang menyakitkan hati kita, terjadi karena Allah ‘azza wa jalla mengizinkannya. Tidak mungkin suatu peristiwa terjadi kalau Allah tidak mengizinkannya. Seekor lebah tak akan menyentuh kulit apalagi sampai menyengat kita kalau Allah tidak mengizinkan. Tidak mungkin ada cercaan yang muncul mengenai kita, nasib kurang bagus mendera kita,  kalau Allah tidak mengizinkan. 

Maka cara berpikir ilahiyah adalah dengan mengatakan “Allah sedang menguji saya”. Maka jika kita merasa bersalah cepatlah meminta maaf. Dan karakter muttaqin pastilah akan memaafkannya. Dengan begitu sillaturrahmi terjalin kembali. Kebersamaan utuh kembali. Al-Barakah ma’al jama’ah, keberkahan itu senantiasa ada ketika kita bersama-sama.

Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd

Ketiga: Predikat sebagai orang yang banyak bersujud (Sajidin)

Puasa mewariskan kita pengalaman banyak bersujud. Karakter ini baik sekali untuk kita rawat seterusnya. Rasulullah SAW mengenal umatnya pada hari kiamat kelak melalui bekas sujud. Beliau bersabda, yang artinya: 

"Tidak ada seorang pun dari umatku, kecuali aku mengenalnya nanti pada hari Kiamat." Para sahabat bertanya, "Bagaimana engkau mengenal mereka wahai Rasulullah, mereka berada di antara banyak makhluk?" Beliau menjawab: 

"Bagaimana pendapatmu jika engkau masuk dalam shirath" di dalamnya terdapat kumpulan kuda berwarna hitam, dan dalam kumpulan itu terdapat seekor kuda yang memiliki ghurrah (wama putih cerah di dahinya) dan muhajjal (berkaki putih), bukankah kamu dapat mengenalinya?" Sahabat itu menjawab, "Ya". Lalu beliau bersabda, 

"Sungguh, umatku pada hari itu mempunyai wajah yang putih karena sujud, serta anggota wudhu yang putih karena wudhu.'" (HR Ahmad).

Posisi sujud adalah posisi yang agung, posisi paling dekat dengan Allah. Kenapa Rasul perintahkan kita untuk banyak berdoa ketika sujud? Karena kita sudah bersedia, merendahkan wajah kita yang mulia, yang menjadi pandangan yang dilihat oleh banyak manusia yang selalu kita jaga kebersihannya.

Berkata Syaikh Bazmul hafidzhahullah : "Yang dimaksudkan dengan sujud di sini adalah melakukan shalat sunnah. Hal ini dikarenakan sujud yang dilakukan diluar shalat tanpa sebab, maka hal itu tidak dianjurkan". Bahwasanya sujud adalah sebanyak-banyaknya (maksudnya, sebesar-besarnya) amalan shalat yang dapat merealisirkan peribadatan kepada Allah.

Orang-orang yang banyak bersujud dalam arti shalat-shalat fardhu dan Sunnah insyaallah akan selalu terbimbing dalam kebaikan, yang tak terjaga dari maksiat, dosa dan kegelapan. Mereka akan selalu dalam bimbingan dan pengawasan Allah Swt, tak akan malas dalam menebarkan kebaikan dan keharmonisan di setiap masa, waktu dan lingkungan kehidupan.

Kaum Muslimin-muslimat sidang ‘Id rahimakumullah

Momentum lebaran inilah momentum strategis untuk kita sekalian memupuk semangat saling memaafkan, saling mengingatkan, saling berbagi kebahagiaan, saling merefleksikan segala sesuatu yang terlewatkan untuk terus kita perbaiki dan tingkatkan. 

Momentum idul Fitri yang menegaskan kesucian insan dari segala dosa dan kekhilafan, menyucikan badan dari segala kejelekan, menyucikan pikiran dari segala kesesatan, menyucikan hati dari segala keiridengkian dan kebencian. Semoga Allah Swt senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin amin YRA.

Mari kita panjatkan doa bersama-sama. Allohumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala ali sayyidina Muhammad. Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat.


Ya Allāh, Ya Latif Ya ‘Alima fissudur, getarkanlah qalbu kami untuk selalu mengingat-Mu dalam syukur dan ketaatan. Ya Allāh, tembuskanlah sentuhan nur-Mu, cahaya-Mu ke relung terdalam dari qalbu kami, sehingga dengan rahmat-Mu, kami dapat mencintai para Nabi dan Rasul wabil khusus junjungan kami Nabi Agung Nabi Muhammad Saw.

Ya Allāh yang penuh ampunan, tutupi dan hapuslah semua aib dan kesalahan itu dari-Mu, sehingga Engkau tidak akan memandang kami sebagai hamba pemaksiat/pendurhaka, sehingga Engkau tidak juga memandang kami durhaka kepada-Mu; sehingga Engkau tidak juga memandang kami ini sebagai hamba-hamba-Mu yang menjauh dari-Mu.

Ya Rabbi, istiqomahkan kami untuk terus bersujud, bermunajat, tengadah memohon ampunan-Mu. Jadikanlah āsma-Mu di lubuk hati kami. Jadikanlah kekuatannya sebagai penuntun dan penguat langkah kami untuk mencintai dan menggapai ridlo-Mu.

Ya Allah Ya Hafidz, Zat yang Maha Melindungi. Linduingilah kami, keluarga kami, masayarakat dan bangsa kami dari segala mara bahaya, penyakit dan fitnah.

Ya Allah Ya Wahhhab, berikankah kepada kami rizki yang luas, yang halal, yang berkah dan bermanfaat untuk urusan dunia dan akhirat kami.

Ya Allah Ya Syafi, sembuhkanlah sakit-sakit kami, derita-derita kami, hilangkanlah kesusahan-kesusahan kami. Kuatkan kami dalam kesabaran dan keridhoan menerima takdir-Mu.

Ya Allah, jaga generasi-generasi penerus kami agar tetap dalam iman-islam. Jauhkan mereka dari godaan-godaan syetan yang menyesatkan. Jadikan mereka generasi qurrota a’yun yang membawa maslahat untuk masyarakat dan umat.

Ya Arhamar Rahimin. Kami berharap sapaan hangat dari-Mu; hanya berharap kucuran-guyuran rahmat, ampunan, dan maghfirah-Mu. Dan pada saatnya nanti, kami mohon jadikan akhir hayat kami bi husnil khatimah. Amin amin Ya Rabbal ‘Alamin.


Pewarta : Tim BidikNews
Editor    : BN-007

0 Komentar