Korupsi di Indonesia terbukti tak kenal batas, termasuk nilai dan kepentingan keagamaan. Kasus korupsi dana dan proyek keagamaan banyak muncul, mulai dari penyelenggaraan haji, Al-Quran, pembangunan masjid, hingga bantuan kepada lembaga keagamaan. Fenomena ini menunjukkan rumus korupsi memang sesederhana sepanjang ada peluang, korupsi dapat dilakukan. Tak ada nilai kemanusiaan dan agama yang menjadi batasannya.
BidikNews - Korupsi dana dan proyek keagamaan menjadi ironis mengingat agama mengajarkan nilai-nilai moral (akhlak) dan kebaikan. Pendekatan agama pun kerap digunakan dalam upaya pencegahan korupsi.
Dikutip dari Indonesia Coruption Watc menyebutkan bahwa sejumlah kasus korupsi dibidang keagamaan telah mewarnai pemberitaan sejumlah media masa baik cetak maupun elektronik termasuk media online, antara lain,Masjid Sriwijaya di Palembang yang digadang-gadang menjadi masjid termegah se-Asia Tenggara
Pertama, korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya di Palembang dengan kerugian negara mencapai Rp 130 miliar. Dengan anggaran fantastis dari APBD Sumatera Selatan tahun 2015 dan 2017, seharusnya berdiri masjid yang digadang-gadang menjadi masjid termegah se-Asia Tenggara. Sayangnya, saat ini hanya ada puing-puing mangkrak yang berlumut. Belakangan diketahui bahwa Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang ditunjuk oleh Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin untuk menerima hibah pembangunan masjid merupakan yayasan baru.
Kedua, korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) penanganan Covid-19 dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk lembaga pendidikan keagamaan Islam di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Takalar, Kabupaten Wajo, dan Kota Pasuruan. Di Wajo dan Pekalongan, korupsi ini bahkan melibatkan pejabat kantor wilayah Kemenag dan pimpinan pesantren. Besar dugaan, kasus serupa terjadi di banyak daerah lain dengan modus beragam.
Ketiga, korupsi dana hibah Provinsi Banten untuk pondok pesantren se-Banten tahun 2020. Dana bansos yang disalurkan dipotong dan dikumpulkan kepada pegawai Biro Kesra Provinsi Banten. Seratus lima puluh pengurus pondok pesantren penerima hibah dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi Banten dan satu diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ikut mengumpulkan potongan dana.
Sebelumnya, Kemenag telah tercoreng akibat empat kasus korupsi. Dua Menteri Agama, yaitu Menteri Said Agil Husin terlibat dalam korupsi dana abadi umat dan biaya penyelenggaraan haji. Sedangkan Menteri Suryadharma Ali terlibat dalam korupsi dana haji. Tak hanya itu, proyek-proyek Kemenag, seperti pengadaan laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiyah tahun 2011 dan penggandaan Al-Quran tahun 2011-2012 terbukti dikorupsi dan melibatkan sejumlah pejabat dan politisi.
Tersangka Korupsi dana hibah Provinsi Banten untuk pondok pesantren se-Banten tahun 2020 |
Mengapa korupsi keagamaan terus berulang? Terdapat empat hal yang mungkin dapat menjelaskan. Pertama, sebagaimana hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2017, disimpulkan tidak adanya hubungan antara tingkat religius dengan perilaku korupsi. Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, selayaknya kasus-kasus lain seperti korupsi dana bansos Covid-19.
Kedua, Seperti korupsi bidang lain, korupsi keagamaan merupakan kejahatan beresiko, namun berpotensi menimbulkan keuntungan yang besar bagi pelakunya. Indikasi besar keuntungan dibanding resiko terlihat juga di kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, di mana kerugian negara yang timbul Rp 130 miliar, sedangkan uang pengganti yang dikenakan jauh lebih kecil dari kerugian negara.
Ketiga, lakon korupsi keagamaan dipandang selayaknya pelaku korupsi pada umumnya. Tidak ada label khusus dan kegeraman luar biasa dari masyarakat. Label seperti penjahat keagamaan atau penista agama pada dasarnya penting dan relevan. Selain telah menodai nilai-nilai agama, pelaku juga telah menjadikan kepentingan keagamaan sebagai objek korupsi. Sama halnya seperti misalnya koruptor kasus lingkungan yang pantas disebut perusak/ penjahat lingkungan atau koruptor bansos sebagai penjahat kemanusiaan.
Keempat, Masyarakat Indonesia yang berdasarkan survei LSI tergolong masyarakat religius perlu mengambil sikap marah terhadap korupsi keagamaan ini. Kemarahan ini selanjutnya penting disalurkan dengan menuntut vonis berat pelaku korupsi keagamaan. Lebih penting lagi masyarakat perlu menjaga dana dan proyek keagamaan agar tidak dikorupsi.
Dugaan Korupsi Pembangunan Masjid Agung Bima Juru Bicara KPK Ali Fikri dan Bupati Bima, Hj. Indah Damayanti Putri - foto: Repro BidikNews
Kini muncul lagi Dugaan Korupsi Pembangunan Masjid Agung Bima dengan nilai yang fantastis sekitar Rp 8 miliar lebih yang dilaporkan pegiat Anti korupsi ke KPK beberapa hari lalu.?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dari masyarakat terkait dengan dugaan korupsi dalam pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin 6/4/22 kepada wartawan membenarkan adanya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi pada pembangunan Masjid Agung Bima tersebut.
"Betul. Berikutnya kami akan telaah dan verifikasi terlebih dahulu laporan dimaksud," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Adapun pelaporan tersebut dilakukan oleh seorang warga Bima, NTB, bernama Syahrul Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Senin. Sedangkan, pihak terlapor adalah Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri.
Laporan dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima ini berawal dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Perwakilan NTB, yang terindikasi berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp 8,4 miliar," ungkap Muhammad Mualimin selaku kuasa hukum Syahrul Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Selain bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri, dua pejabat dan satu Direktur Perusahan Palaksana turut dilaporkan yakni, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Bima, dan Direktur Utama PT Brahmakerta Adiwira.
Dikatakannya, anggaran proyek pembangunan masjid Agung Bima tersebut sekitar Rp 78 miliar. Pembangunan masjid tersebut seharusnya dapat diselesaikan dalam kurun waktu 1 tahun namun tidak berhasil, sehingga perpanjangan kontrak delapan kali dilakukan.
Menanggapi laporan dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima yang melibatkan nama Bupati dan Sekda Bima, Pihak Pemkab Bima melalui Kepala Bagian Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Bima, Suryadin kepada wartawan dilansir dari Katada.Id, 7/6/22 menyebutkan, bahwa Bupati dan Sekda Bima tidak ada kaitan dengan Pembangunan Masjid Agung. Yang bertanggung jawab adalah dinas Perumahan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Bima.
Suryadin menegaskan proses pengerjaan infrastruktur Pembangunan Masjid Agung tersebut tidak ada hubungan dengan kedudukan Bupati dan Sekda.
Kabag Protokol Komunikasi Pimpinan Pemkab Bima Suryadin kembali menegaskan bahwa, Laporan dugaan Korupsi pembangunan Masjid agung ke KPK dirasa salah alamat, karena Bupati dan Sekda tidak masuk secara structural dalam manajemen proyek. Sedangkan soal temuan BPK tersebut sedang ditindaklanjuti” kata Suryadin.
Pewarta : Tim BidikNews
Editor : BN-007
0 Komentar