Oleh : DR. H. Maimun Jubair, M. Pd (Dosen UIN Mataram-NTB)
Jujur adalah suatu sikap yang lurus hati, menyatakan yang sebenar-benarnya tidak berbohong atau berkata hal-hal yang menyalahi apa yang terjadi (fakta). Jujur juga dapat diartikan tidak curang, Jujur juga bisa bermakna kesesuaian antara niat dengan ucapan dan perbuatan. Sifat ini adalah landasan sebuah kepercayaan.
BidikNews, Mataram, NTB - Demikian hikmah yang dapat diambil dari materi khutbah jum`at yang disampaikan DR. H. Maimun Zubair, M.Pd ketika menjadi Khatib pada Jum`at, 6 Januari 2023 di Masjid Al Achwan Griya Pagutan Indah Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan Tema “Menakar Kejujuran Di Awal Tahun 2023” sebagai Landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengawali uraian Khutbanya, H. Maimun Jubair menyampaikan bahwa, kita baru 6 hari memasuki tahun baru 2023 Masehi, di mana saat-saat ini menjadi momen penting dalam menemukan titik kesadaran untuk bangkit menjadi lebih baik, Saatnya untuk dapat menakar diri masing-masing, menakar perjalanan panjang satu tahun ke belakang yang telah kita jalani, siapa tahu masih ada kekurangan yang terhutang, dan menakar perjalanan panjang di hadapan kita yang akan kita lalui setahun berikutnya dalam menggapai kehidupan yang lebih baik. Demikina H. Maimun Jubair mengawali khutbahnya.
Sebagai rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah bahwa diri kita ini masih berkesempatan berada di awal tahun, maka kita harus berkomitmen terhadap diri sendiri, untuk mengevaluasi kebiasaan-kebiasaan kita pada tahun 2022 yang lalu, mungkin tidak sesuai lagi dengan ritme usia kita saat ini.
Hitunglah usia kita yang sudah habis dikerat oleh detik sambil membaca kebiasaan-kebiasaan yang mengiringinya, lalu teroponglah perjalanan waktu yang akan kita lalui sambil merenungi kebiasaan yang pantas. Kita tidak boleh merasa nyaman pada kenikmatan kebiasaan yang santai, yang lalai, yang main-main, dan yang hura-hura.
Ingatlah, bahwa orientasi hidup yang Allah canangkan untuk kita adalah dua orientasi besar, yakni orientasi duniawi dan ukhrawi. Kedua orientasi hidup itu harus memiliki setrategi dan takaran pencapaian yang seimbang. Di mana rancangan capaian duniawi kita—sedapat mungkin menjadi wasilah yang menunjang keberhasilan capaian ukhrawi kita, demikian pula sebaliknya kita harus merancang orientasi ukhrawi kita—sedapat mungkin dapat menyumbang nilai keberkahan bagi capaian duniawi kita.
Pesan Nabi SAW terkait dengan keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi dalam sabdanya: Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok (pagi).
Takaran kedua orientasi hidup (duniawi dan ukhrawi) dalam hadis di atas, sekalipun beda diksi bahasanya, namun kandungannya sama, yakni Keduanya harus sama-sama diperjuangkan dengan serius, sama-sama harus menjadi perioritas dalam ambisi pencapaian diri, sama-sama harus diusahakan dengan cara yang sebaik mungkin, dan sama-sama harus diikhtiarkan dengan perhitungan yang matang.
Dalam memperjuangkan orientasi duniawi dan ukhrawi, baiknya mulai dari awal tahun kita memulai karya dalam kehidupan ini dengan konsep kejujuran; jujur dalam membuat rencana, jujur dalam bersikap, jujur dalam bekerja, jujur dalam berprilaku, jujur dalam beramal, jujur dalam berbicara, serta jujur dalam statemen dan paradigma.
Apa yang kita ikhtiarkan dengan jujur, yakinlah tidak terlalu lelah untuk memperjuangkannya, sebaliknya sesuatu yang diikhtiarkan dengan ketidakjujuran, maka perjuangan untuk mencapainya sungguh akan sangat melelahkan.
Sebagai bentuk komitmen diri atas obsesi dan ikhtiar untuk kehidupan yang lebih baik, lebih nyaman, lebih tenang, dan lebih damai dari tahun-tahun sebelumnya, maka salah satu yang perlu kita perbaiki adalah bagaimana agar hidup yang kita jalani dilandasi dengan sifat jujur. Dan sifat jujur harus menjadi bagian yang melekat pada semua aktifitas yang kita jalani, karena pada dasarnya ia merupakan sumber segala kebaikan.
Mengapa harus jujur hadirin...? Jujur adalah suatu sikap yang lurus antara apa yang tersirat di hati dan yang tersurat dalam aksi nyata. Kejujuran juga menjadi suatu ajaran yang amat mendasar atau fundamental, hingga dalam sebuah riwayat, tatkala seseorang menanyakan kepada nabi tentang amalan atau perbuatan sederhana, yang tatkala dilaksanakan akan menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat, ternyata dijawab oleh Nabi SAW adalah jangan berbohong atau jadilah orang yang bisa dipercaya. Jawaban itu terdengar mudah dan ringan, yaitu hanya sekedar dapat dipercaya, tetapi didalam prakteknya, ternyata sungguh amatlah sulit dilaksanakan.
Ketahuilah bahwa orang yang tidak memiliki sifat jujur dalam berkarya dan beraktivitas, sama artinya dia belum atau tidak pernah melakukan aktivitas apa-apa selama hidupnya, karena apa yang dia lakukan hanya untuk menutupi ketidakjujurannya.
Pekerjaan yang dia lakukan, prilaku yang dia perlihatkan, pembicaraan yang dia sampaikan, termasuk amal yang dia praktikkan dalam bentuk apa saja, dalam wadah apa saja, dalam nuansa apa saja, dan dalam situasi yang bagaimana pun, tidak ada nilainya, karena apa yang dia lakukan semuanya kamuflase.
Ketahuilah bahwa orang yang memiliki prilaku dan sifat tidak jujur, disamping membohongi siapa saja yang berhadapan dengannya, juga membohongi dirinya sendiri, karena apa yang dia katakan, dia lakukan, dan dia perlihatkan adalah tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, tidak sesuai dengan kata hatinya, dan semua yang dia lakukan seakan-akan benar.
Banyak fenomena tak wajar terjadi di tengah masyarakat sebagai akibat dari ketidakjujuran pelakunya, seperti terganggunya sikap dan situasi sosial di beberapa tempat, terjadinya korupsi di ruang-ruang birokasi, terjadinya ketidak adilan di ranah publik, terjadinya kecurangan di lapak-lapak transaksi, terjadinya adu domba di ruang komunikasi, dan terjadinya saling fitnah di laman-laman kehormatan.
Kondisi itu bukan disebabkan oleh kebodohan, ketidaktahuan, pendidikan rendah, dan bukan pula disebabkan oleh karena mereka miskin (baik miskin harta maupun ilmu pengetahuan), namun dia melakukan tindakan tak wajar itu karena tidak memiliki sikap jujur didalam dirinya.
Sungguh betapa besar akibat dari ketidakjujuran itu di dalam kehidupan bermasyarakat, hingga seorang bijak mengatakan, bahwa komunitas dan bahkan suatu bangsa tidak akan hancur hanya oleh karena persoalan politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan yang tidak berkualitas, melainkan oleh karena kebohongan-kebohongan yang selalu dilakukan. Dengan adanya kebohongan itu, maka orang menjadi saling curiga, tidak percaya satu dengan yang lain, terjadi kekecewaan, kemarahan, putusnya hubungan tali silaturrahim, dan seterusnya.
Sebagai catatan akhir dari khutbah ini, penting bagi kita untuk memulai kehidupan kita, khususnya di awal tahun baru (2023) ini, untuk berkomitmen menjadikan kejujuran sebagai landasan dalam seluruh aktivitas kita, mejadi landasan dalam bekerja, landasan dalam berpikir, landasan dalam berstatemen, dan landasan dalam memberikan paradigma.
firman Allah di surah an Nahl ayat 105 : “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman ada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”.
Demikian khutbah jum`at yang disampaikan H. Maimun Jubair semoga dapat dijadikan pelajaran untuk menunjang komitmen diri dalam menggapai kehidupan yang lebih baik dari tahun sebelumnya, amin ya robbal alamin.
Pewarta : Dae Ompu
0 Komentar