MANUSIA dididik oleh Tuhan untuk senantiasa romantis dalam hidupnya, kita dapat menangkap isyarat tersebut melalui seluruh ajaran Tuhan yang dialamatkan kepada hamba-Nya menggunakan pendekatan hati dalam menyikapi dan memaknainya, karena kedalaman makna dari ajaran yang disyariatkan hanya bisa dimengerti dan dihayati dengan hati, tidak bisa tersingkap oleh mata apalagi oleh pendengaran.
Kita tidak boleh terbuai dengan apa yang kita lihat, karena ketulusan itu diletakkan Tuhan di dalam hati. Jangan kira semua yang nampak pemurah itu dermawan, semua yang nampak taat itu saleh, semua yang nampak halus itu berbudi, dan semua yang nampak pucat itu suci. Pada diri manusia ada bashirah, satu titik yang terdapat di dalam relung hati yang dapat tersambung langsung dengan Tuhan dan melahirkan romantisme, bukan sikap, bukan perangai, bukan pekerti dan bukan pula rupa.
Coba kita renungkan gejala yang sering kita saksikan dalam pergaulan sosial. Banyak orang-orang yang sesungguhnya tak pernah berlebihan untuk mempelihatkan romantisme, padahal di hatinya penuh dengan kasih sayang. Berbeda dengan pemandangan yang berlebihan dalam menawarkan romantisme dari apa yang terlihat oleh mata, namun yang terlihat mengumbar romantisme seperti itu seringkali hanyalah persepsi.
“innallaha laa yanzhuru ila shuwarikum, wa laa ila amwalikum, walakin yanzhuru ilaa qulubikum”. Tuhan tidak melihat kepada rupa-rupa kita, harta-harta kita, namun Tuhan melihat kepada hati kita. (HR. Muslim)
Menggunakan hati dalam setiap aktivitas yang kita jalankan dalam hidup ini, maka aktivitas itu akan memiliki dampak tidak hanya berbekas pada diri sendiri, tetapi juga bagi apa saja dan siapa saja yang ada di sekitar kita. Pada saat menggunakan hati, sesungguhnya kita sedang menjadi yang paling romantis dalam menyikapi hidup.
Romantis merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan perasaan atau suasana yang penuh perhatian, serius, dan suasana keintiman dalam hubungan antar individu. Konsep romantisme seringkali sangat erat kaitannya dengan hati karena melibatkan aspek emosional, perasaan, dan perhatian.
Coba kita baca ritme dari ibadah yang dirancang Tuhan dengan konsep romantisme. Romantisme dalam beribadah mengacu pada pengalaman spiritual yang penuh keintiman dan ketenangan dalam hubungan seorang hamba dengan Tuhan, atau lahirnya kekuatan rohaniah dalam wujud kesadaran yang mendalam akan kehadiran Tuhan. Ini melibatkan pemahaman bahwa ibadah bukan hanya rutinitas ritual, tetapi juga sebuah kesempatan untuk merasakan keberadaan dan kasih sayang yang tak terbatas dari Yang Maha Kuasa.
Romantisme dalam beribadah melibatkan perasaan berupa pengakuan yang mendalam terhadap keagungan dan kebesaran Tuhan, apresiasi terhadap segala ciptaan-Nya dan kekaguman atas keajaiban alam yang menandai kebesaran-Nya.
Pengalaman yang terasa dalam kedamaian dan ketenangan batin merupakan bagian dari romantisme dalam beribadah. Saat kita merasa dekat dengan Tuhan, sering kali kita merasakan ketenangan yang melampaui alam kemakhlukan. Ini akan dirasakan saat mengalami situasi yang fokus sepenuh hati, saat pikiran khusu’ dalam merasakan kehadiran diri dalam momen ibadah, dan saat keikhlasan mewujud dalam ritual ibadah. Disinilah romantisme akan berbuah kebahagiaan dalam melaksanakan seluruh yang diperintahkan Tuhan.
Setelah memahami ritme ibadah dengan konsep romantisme, alangkah indahnya apabila kebiasaan itu menjadi berkelanjutan dalam aktivitas keseharian kita, baik dalam bekerja maupun bersosialisasi di tengah-tengah pergaulan sosial.
Bila romantisme dikedepankan dalam konteks bekerja, akan terasa lebih kepada pengalaman dan sikap yang menciptakan atmosfer positif, kolaboratif, dan berdaya ungkit di lingkungan kerja. Dengan keterlibatan penuh dalam pekerjaan dan komitmen terhadap tujuan bersama, menciptakan iklim positif, saling mendukung dan memahami peran masing-masing, maka atmosfernya menjadi lebih romantis.
Pengakuan atas usaha keras dan prestasi di tempat kerja dapat pula memberikan sentuhan romantis, karena setiap kontribusi yang dihargai akan memberikan ruang untuk kreativitas, inovasi dan pengembangan diri. Dalam konteks romantis kerja, disiplin dan sikap yang sungguh-sungguh dalam bekerja merupakan dua elemen yang penting dikelola untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
Dengan romantisme dalam bekerja, maka dalam setiap pekerjaan yang kita tekuni, akan berujung pada kualitas kerja, cinta kepada pekerjaan, menikmati proses pekerjaan, dan pada akhirnya menyenangi setiap proses pekerjaan.
Kemudian romantisme dalam pergaulan sosial seringkali ditandai dengan ekspresi perasaan yang mendalam dan intens. Ini dapat tercermin dalam hubungan persahabatan, dan kekeluargaan. Romantisme mencakup bagaimana penerimaan terhadap kekurangan dan keunikan orang lain, bagaimana masing-masing diri cenderung melihat keindahan dalam kerentanan dan keunikan orang lain. Dengan nuansa romantisme kita dapat saling menghargai keberagaman dan kompleksitas dalam hubungan sosial. Orang yang cenderung romantis dalam bersosialisasi akan cenderung mencari makna hidup bersama orang lain.
Dalam rangka romantisme dalam bersosialisasi, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki preferensi dan gaya sosialisasi yang berbeda. Beberapa orang mungkin merasa nyaman dengan pendekatan yang lebih formal dan praktis, sementara yang lain mungkin lebih menonjolkan aspek emosional dan perasaan dalam interaksi sosial. Maka aspek romantisme dalam bersosilisasi yang mencakup saling dukung, peduli, saling menjaga, dan saling bantu penting dikedepankan.
Saat seseorang menghadapi tantangan atau kegagalan, akan dipastikan ada yang memberikan dukungan moral dan emosional, mendorong untuk mencapai potensi terbaik, dan menjamin untuk menghadapi hidup dengan penuh keyakinan. Kita harus ingat bahwa sosialisasi tidak hanya mencakup keamanan fisik, tetapi juga keamanan emosional, melindungi dan menjaga kebahagiaan dan kedamaian hubungan sosial kemanusiaan.
Sebagai catatan akhir, penting kita gapai bahwa ketika kita bersujud di bawah duli Tuhan, pastikan hati kita terbuai dalam rasa cinta yang mendalam dan merasakan kehadiran-Nya yang mengalir seperti air salju di kerongkongan yang kering. Itulah romantisme dalam beribadah. Betapa indahnya bila romantisme itu muncul saat bekerja, maka setiap sentuhan tangan akan penuh dengan dedikasi, seolah-olah setiap aktivitas kerja menjadi alunan melodi yang dipersembahkan untuk kualitas. Demikian pula saat kita sedang berada dalam hubungan sosial kemanusiaan, setiap aksi akan menjadi simfoni yang membentuk harmoni kebersamaan. Marilah kita memosisikan romantisme dalam berkativitas sebagai kekuatan yang melukis perjalanan hidup penuh makna.
Penulis : adalah GURU BESAR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI - UIN - MATARAM
0 Komentar