Ketika Uang Gagal Membeli Kebutuhan Sejati, Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd


Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd
 

UANG sebagai alat tukar yang diakui secara universal, telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, yang sering dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kekuasaan. Namun perlu diingat, meskipun uang itu penting didalam pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi uang bukanlah segalanya. Kehidupan manusia jauh lebih kompleks dan kaya daripada sekadar akumulasi materi. Ada aspek-aspek lain dalam kehidupan yang tidak bisa diukur dengan uang, seperti kebahagiaan, cinta, kesehatan, dan nilai moral. 

Dari sudut pandang psikologis, hubungan antara uang dan kebahagiaan tidaklah linier. Penelitian menunjukkan bahwa setelah kebutuhan dasar manusia terpenuhi, kehadiran uang hanya sedikit menaikkan tingkat kebahagiaan. Dalam hal ini, apa yang disebut sebagai "law of diminishing returns" berlaku, di mana peningkatan kekayaan tidak sebanding dengan peningkatan kebahagiaan. Selain itu, terlalu fokus pada uang dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan memperburuk kesejahteraan mental.

Dalam masyarakat umum, uang sering digunakan sebagai ukuran kesuksesan dan status sosial. Namun, pandangan ini bisa menyesatkan dan merusak nilai-nilai sosial dan moral, karena ketika uang menjadi tujuan utama, individu dan masyarakat cenderung mengabaikan pentingnya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. 

Ketergantungan yang berlebihan pada uang juga dapat mengurangi kebebasan dan kemandirian individu. Ketika kita terlalu fokus pada uang, kemungkinan kita akan mengorbankan kebebasan untuk mengejar pekerjaan yang tidak memuaskan, atau mengabaikan aspek penting lainnya dalam hidup seperti kesehatan, keluarga, dan perkembangan pribadi. Dalam kasus ekstrem, hal ini dapat mengarah pada apa yang disebut "perangkap emas", di mana kita terjebak dalam gaya hidup mewah yang kita ciptakan sendiri, tetapi tidak bisa keluar dari jeratan itu karena ketergantungan pada uang.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga perspektif yang seimbang tentang uang, mengakui pentingnya, tetapi tidak menganggapnya sebagai segala-galanya dalam hidup. Dengan demikian, kita dapat menghindari bahaya materialisme yang berlebihan dan menjalani kehidupan yang lebih kaya dan lebih bermakna.

Mari kita buka kesadaran masing-masing terkait dengan uang yang hanya bisa menjangkau materi tetapi tidak immateri. Uang sebagai alat tukar memungkinkan kita untuk membeli barang dan jasa yang bersifat fisik atau material, namun tidak dapat membeli hal-hal yang bersifat non-material atau immateri, seperti kebahagiaan sejati, kedamaian batin, cinta, dan hubungan yang harmonis.

Dengan uang kita bisa membeli rumah, tetapi bukan dengan suasana rumahnya. Ini mencerminkan bahwa uang dapat membeli benda fisik atau materi, tetapi tidak dapat membeli hal-hal non-materi yang memberikan makna dan nilai sejati pada kehidupan, seperti suasana kehangatan, kenyamanan, kebahagiaan, dan hubungan dalam sebuah rumah. Membeli rumah pada hakikatnya bukan sekedar membeli struktur fisik tetapi yang lebih penting adalah membeli kedamaian dan ketenangan batin, di mana di dalamnya kita menemukan perlindungan, kenyamanan, hubungan yang bermakna, dan ruang untuk refleksi serta pertumbuhan pribadi. Tempat tinggal memungkinkan untuk merasa terhubung dengan diri kita sendiri dan orang-orang yang kita cintai, menciptakan fondasi yang kuat untuk kehidupan yang damai dan seimbang.

Suasana rumah adalah hasil dari hubungan antar anggota keluarga, kenangan yang tercipta, serta perasaan aman dan cinta yang hadir di dalamnya. Hal-hal tersebut tidak dapat dibeli dengan uang, karena berasal dari kualitas hubungan dan interaksi manusia yang mendalam. Penting untuk memperhatikan aspek-aspek non-materi yang pada akhirnya menciptakan suasana rumah yang hangat dan harmonis.

Berikutnya dengan uang kita bisa membeli kasur yang empuk dengan kualitas yang luar biasa, tetapi kita tidak bisa membeli kasur itu dengan suasana dan kenyamanan tidurnya. Meskipun kita dapat memiliki kasur terbaik yang tersedia, itu tidak menjamin tidur yang nyenyak dan menenangkan. 

Tidur yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi mental, kesehatan fisik, perasaan tenang, dan bebas dari stres. Ini semua adalah hal-hal yang tidak dapat dibeli dengan uang. Kita mungkin memiliki kasur yang mahal, tetapi jika kita dalam kondisi gelisah, cemas, atau terganggu oleh pikiran, tidur nyenyak tetap sulit didapat.


Selanjutnya dengan uang kita bisa membeli jam dengan merek dan brand apa saja, tetapi ingatlah kita tidak dapat membeli jam dengan waktunya. Jam hanyalah sebuah benda yang menunjukkan waktu, tetapi tidak dapat membeli atau mengendalikan waktu yang menjadi hakikat dari kebutuhan akan jam. Waktu adalah sesuatu yang tak ternilai, tidak dapat dibeli, diperpanjang atau dikembalikan setelah berlalu, sementara kita bisa membeli jam mewah atau alat penunjuk waktu lainnya hanya untuk mengukur waktu, bukan untuk menambah atau memperpanjangnya.

Jadi waktu adalah salah satu aset paling berharga yang kita miliki, yang tidak dapat diukur atau dibeli dengan uang. Oleh karena itu, bagaimana kita menghabiskan waktu kita, bagaimana kita memanfaatkan setiap detik dan momen, jauh lebih penting daripada memiliki benda-benda material yang hanya berfungsi sebagai alat pengukur.

Dengan uang kita bisa membayar dokter, tetapi bukan dengan kesehatannya. Uang dapat membeli layanan medis, seperti dokter, perawatan, dan alat kesehatan, tetapi tidak dapat membeli kesehatan itu sendiri. Meskipun kita mungkin memiliki akses untuk perawatan medis terbaik, dokter yang paling berpengalaman, dan obat-obatan yang paling mahal, hal itu tidak menjamin kesehatan akan lebih baik.

Kesehatan adalah hasil dari berbagai faktor, termasuk gaya hidup, genetika, lingkungan, dan kesejahteraan mental. Uang bisa membantu dalam mengelola dan mengobati penyakit, tetapi menjaga kesehatan memerlukan upaya yang berkelanjutan, seperti makan dengan benar, berolahraga, menjaga kesehatan mental, dan menghindari kebiasaan buruk.

Dengan uang kita bisa membeli makanan, tetapi bukan dengan nafsu makannya. Uang dapat membeli makanan enak dan mewah, tetapi tidak dapat memastikan bahwa seseorang akan memiliki nafsu makan yang baik atau keinginan untuk makan. Nafsu makan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kondisi kesehatan, suasana hati, dan lingkungan. Kita mungkin memiliki akses mendapatkan makanan terbaik, tetapi jika merasa tidak enak badan, sedang stres, atau mengalami masalah kesehatan, mungkin tidak memiliki keinginan untuk makan, apalagi menikmatinya.

Kepuasan sejati bukan hanya soal memiliki atau memperoleh sesuatu, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa benar-benar menikmati dan mensyukuri hal tersebut. Seperti halnya dengan makanan, hal-hal lain dalam hidup juga memerlukan lebih dari sekadar kepemilikan, kita perlu kondisi mental dan fisik yang mendukung untuk benar-benar menikmatinya, dan hal ini yang tidak dapat dibeli oleh uang.

Sebagai catatan pinggir, bahwa uang memang dapat digunakan untuk membeli barang-barang materi, seperti rumah, mobil, pakaian, dan berbagai kebutuhan fisik lainnya, namun tidak dapat membeli hal-hal yang bersifat immateri, yang sering kali menjadi elemen paling penting dalam hidup, seperti cinta, kebahagiaan, kedamaian batin, kesehatan, dan persahabatan sejati. Immateri ini biasanya berasal dari pengalaman, hubungan, dan nilai-nilai yang kita bangun dalam hidup yang tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi hanya bisa dibangun melalui kepercayaan, pengertian, dan komitmen. Tuhan memberikan i’tibar yang cukup indah, betapa immateri itu lebih dihargai ketimbang yang bersifat materi. ”Yauma lâ yanfa‘u mâluw wa lâ banûn, illâ man atallâha biqalbin salîm”. (Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak, kecuali orang yang menghadap Tuhan dengan hati yang bersih (QS. Asy Syu’ara 88-89). 

Penulis: Adalah Rektor II UIN Mataram


0 Komentar