Baru beberapa hari kita menerima curahan hujan pertama yang begitu lebat dan deras, setelah sekian lama merasakan kemarau yang terik. Hujan pertama yang turun deras setelah kemarau panjang membawa perasaan yang penuh makna, baik bagi alam maupun manusia.
Saat tetes-tetes air mulai menghujani bumi yang telah lama kering, ada suatu kelegaan tetapi juga kekhawatiran, alam seakan mengambil napas dalam-dalam, seperti suatu antisipasi bahwa hujan ini bukan sekadar pelepas dahaga tanah yang tandus, tetapi juga bisa membawa konsekuensi yang tidak terduga.
Dalam pandangan ekosistem, hujan pertama setelah kemarau panjang adalah waktu yang rentan, tanah yang kering menjadi keras dan rapuh, tidak mampu menyerap air dengan mudah, sehingga air hujan cenderung mengalir di permukaan daripada meresap. Kondisi ini dapat menyebabkan banjir kecil atau genangan di beberapa lokasi, yang pada gilirannya bisa mengancam kehidupan. Akar-akar tumbuhan, yang mungkin telah mulai kehilangan kekuatannya karena kekeringan, tidak cukup kuat untuk menahan lapisan tanah yang mulai tergerus oleh derasnya air. Akibatnya, longsor dan erosi menjadi ancaman nyata, terutama di daerah pegunungan dan tebing yang tidak dilindungi oleh vegetasi yang cukup.
Selain efek langsung pada tanah, hujan pertama juga mempengaruhi mikroorganisme di dalam tanah. Setelah kemarau panjang, banyak mikroorganisme mati atau dalam keadaan dorman. Hujan memicu kehidupan kembali pada organisme tersebut, tetapi proses tersebut sering kali memunculkan ketidakseimbangan.
Kekhawatiran hujan pertama ini juga terasa bagi manusia. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir dan longsor merasakan ketakutan tersendiri, mengingat dampak buruk yang sering kali menyertai musim penghujan. Fenomena hujan pertama setelah kemarau juga memiliki dampak psikologis bagi manusia. Ada kelompok yang merasa lega karena hujan menghidupkan kembali alam yang sempat mati suri. Udara menjadi lebih segar, suhu menurun, dan pemandangan yang penuh dengan hijaunya dedaunan muncul kembali.
Di sisi lain, ada pula kelompok yang khawatir sampai marah, karena dikhawatirkan akan terjadi perubahan ekstrem yang dibawa oleh hujan. Ketakutan terhadap potensi bencana yang muncul tiba-tiba menjadi nyata, mengingat bahwa perubahan iklim telah membuat cuaca semakin sulit diprediksi dan semakin ekstrem. Hal ini menjadi pengingat bagi manusia tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam, agar siklus hujan dan kemarau berjalan dengan harmoni tanpa menimbulkan kekacauan bagi kehidupan.
Disebabkan oleh sikap kita yang seringkali mendua antara menakar nikmat dari hujan dan meratapi dampak buruknya, maka Nabi dengan bijaknya menawarkan kepada kita untuk senantiasa optimis akan adanya manfaat dari setiap anugerah Tuhan—termasuk hujan. Beliau mensyariatkan agar keoptimisan itu diuntai lewat doa “Allahumma shaiban nafi’a”. Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Do’a ini bukan sekadar ucapan permintaan hujan yang bermanfaat, tetapi juga bentuk refleksi spiritual yang mendalam tentang peran alam, keterbatasan manusia, dan harapan akan rahmat serta perlindungan dari Tuhan.
Hujan yang turun pertama kali mengingatkan manusia akan kebutuhan untuk keseimbangan, hubungan manusia dengan alam, dan pentingnya menjaga amanah Allah di muka bumi. Doa ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas rahmat Allah, berharap yang terbaik bagi alam dan makhluk hidup lainnya, serta memaknai hujan sebagai anugerah kehidupan yang harus diterima dengan penuh syukur.
Mari kita memperdalam keyakinan kita tentang hujan yang memiliki manfaat luar biasa bagi alam semesta dan isisnya termasuk bagi kita. Berdasarkan Surah Al-Anfal Ayat 11, “ Dia menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikanmu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh dengannya telapak kaki (mu).” (QS. Al-Anfal: 11)
Menurut beberapa Mufassir, bahwa ayat ke 11 surat al anfal ini asbabun nuzulnya menggambarkan peristiwa yang terjadi pada Perang Badar ketika Tuhan memberikan ketenangan dan bantuan kepada kaum Muslimin. Salah satu bentuk bantuan yang diberikan oleh Tuhan adalah dengan menurunkan hujan. Hujan dalam ayat ini memiliki beberapa manfaat khusus yang dikaruniakan kepada kaum Muslimin dalam situasi genting.Pertama, Sebagai Penyucian Fisik dan Spiritual. Hujan disebutkan sebagai sarana penyucian. Dalam konteks fisik, air hujan membantu membersihkan tubuh kaum Muslimin dari kotoran dan debu. Namun, lebih dari itu, hujan juga berfungsi sebagai penyucian spiritual, menghilangkan pengaruh buruk atau "gangguan makhluk halus" yang dapat mengganggu fokus dan ketenangan hati. Penyucian ini mengarah pada kondisi fisik dan mental yang lebih baik.
Kedua, Sebagai Penenang Hati. Hujan yang turun berperan dalam menenangkan hati kaum Muslimin. Dalam konteks Perang Badar, para sahabat berada dalam kondisi yang penuh ketegangan dan kecemasan menghadapi musuh yang lebih besar. Allah menurunkan hujan untuk memberikan rasa aman dan ketenangan. Ketenangan ini membuat mereka mampu menghadapi pertempuran dengan hati yang teguh dan tanpa rasa takut.
Ketika hati dalam keadaan tenang, manusia lebih mampu berfikir jernih dan mengambil keputusan dengan bijaksana. Oleh karena itu, hujan yang turun tidak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga memberikan rasa tenteram yang penting untuk menjaga konsentrasi dalam situasi sulit.
Ketiga, Sebagai Penguat Semangat dan Fisik. Ayat ini juga menjelaskan bahwa hujan membantu menguatkan fisik kaum Muslimin. Air hujan membuat tanah yang sebelumnya berdebu dan licin menjadi lebih stabil, sehingga langkah mereka lebih kokoh. Ini memberi kelebihan taktis bagi mereka dalam medan pertempuran, di mana mereka bisa bergerak dengan lebih percaya diri dan kuat.
Medan pertempuran yang sebelumnya licin dan berdebu menjadi lebih baik karena hujan, sehingga memudahkan pergerakan para sahabat Nabi. Hal ini merupakan salah satu bentuk karunia Tuhan yang mempersiapkan mereka secara fisik untuk bertempur.
Ayat ke-11 dari Surat Al-Anfal mengandung makna mendalam yang tidak hanya relevan untuk para pejuang Badar tetapi juga untuk seluruh umat manusia. Hujan adalah bentuk kasih sayang Tuhan yang mengandung banyak manfaat, mulai dari menyucikan, menenangkan, memperkuat, hingga memperbaiki ekosistem.
Hujan menjadi pengingat bahwa Tuhan selalu hadir untuk memberikan rahmat, ketenangan, dan kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan hidup. Doa dan rasa syukur saat hujan turun menunjukkan bahwa manusia menerima ketentuan Tuhan dengan penuh harap agar hujan yang turun selalu membawa kebaikan bagi makhluk di bumi
Sebagai catatan pinggir, bahwa dalam merespon gejala alam, setelah kita mendapat pemahaman dari uraian di atas mulai dari sudut ekosistem dan penguatan ayat, jika dalam merespons gejala alam terjadi aksi yang sangat beragam adalah cerminan dari cara pandang dan pengalaman yang berbeda-beda.
Dengan turunnya hujan yang sudah lama diharap, ada kelompok yang merasa lega, ada yang kecewa, bahkan ada yang marah, maka saatnya harus kembali kepada pandangan spiritual yang mengajarkan bahwa hujan adalah anugerah yang membawa pelajaran tentang kesabaran, ketidakbergantungan, dan penghargaan terhadap siklus alam.
Dengan memandang hujan sebagai bagian dari kehendak Tuhan atau hukum alam, manusia diajak untuk senantiasa bersyukur dan menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan, sehingga setiap tetes hujan bisa menjadi berkah yang memperkaya kehidupan semua makhluk.
Biodata Penulis:
1. Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd adalah Rektor II Universitas Islam Negeri Mataram
2. Zuhrupatul Jannah, M. Ag. Adalah Dosen Pada Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama,
Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram
0 Komentar