Ketika Jejak Ilham dan Hidayah Tuhan Begitu Terasa, Oleh: Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd


Dalam Islam, kita mengenal istilah “ilham” atau “hidayah”. Ilham adalah bisikan atau dorongan dari Tuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan, sementara hidayah adalah petunjuk dari Tuhan yang mengarahkan hati seseorang kepada jalan yang benar.

Dalam tradisi sufistik, ilham dianggap sebagai bentuk rahmat yang membawa seseorang kepada kebaikan yang lebih besar. Melakukan amalan kebaikan, baik itu dalam bentuk sedekah, salat, membantu orang lain, atau perbuatan baik lainnya, dan merupakan salah satu jalan untuk meraih ridha Tuhan dan pahala di dunia dan di akhirat.

Ilham atau hidayah itu biasanya muncul secara tiba-tiba dalam bentuk bisikan keinginan yang terbetik di dalam hati untuk berbuat baik, dan itu merupakan anugerah spiritual yang perlu disambut dan dilaksanakan, karena tidak semua orang diberikan kesempatan untuk merasakan panggilan kebaikan dari Tuhan.

Tuhan memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan munculnya keinginan untuk melakukan amalan kebaikan di dalam hati secara tak disadari adalah salah satu tanda bahwa Tuhan sedang membimbing hamba-Nya dengan ilham dan hidayah untuk menambah amal saleh dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Mari kita renungkan gejala yang sering kita alami yang datangnya secara tiba-tiba tanpa direncanakan berupa bisikan di dalam hati.

Ketika tiba-tiba terbetik dalam hati adanya keinginan untuk melakukan amalan kebaikan tetapi sering kita abaikan, dan ternyata ketika kita sering mengabaikan bisikan dorongan untuk berbuat baik, bisa jadi berarti kepekaan spiritual kita mengalami kelemahan alias tumpul, dan didalam konsep Islam, menunda-nunda amal kebaikan dapat mengurangi dan melemahkan semangat beragama, atau bahkan bisa jadi hasrat melakukan kebaikan itu hilang sama sekali.

Mengabaikan keinginan untuk berbuat baik adalah tantangan yang harus kita atasi dengan kesadaran yang tinggi, karena setiap adanya dorongan kebaikan sungguh menjadi momen dan kesempatan untuk memperbaiki diri dan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Setiap detik yang kita lalui adalah kesempatan yang Tuhan berikan untuk meraih ridha-Nya. Dan sering kali, rasa malas, sibuk dengan hal-hal yang tidak jelas, membuat kita mengabaikan keinginan untuk berbuat baik. Maka, dengan bersegera untuk melaksanakan amalan kebaikan, sesungguhnya kita sedang melatih diri untuk menjadi lebih disiplin dalam ketaatan kepada Tuhan.

Ketika di dalam hati tiba-tiba tergerak untuk melakukan sedekah, itu bisa jadi sebagai tanda kebaikan dari Tuhan yang telah membuka jalan bagi kita untuk berbagi rezeki dengan orang lain. Sedekah adalah amal yang sangat dianjurkan karena mendatangkan banyak kebaikan, baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Jika gerakan hati yang tiba-tiba memunculkan hasrat untuk bersedekah, bisa jadi adalah ilham dari Tuhan.

Melakukan sedekah secara otomatis dan sepontan menunjukkan ketulusan hati, tanpa adanya paksaan atau niat tersembunyi, dan merupakan momen yang dapat menjadi pengingat bahwa harta kita hanyalah titipan yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan.

Pada saat hati tergerak untuk bersedekah, baik dalam jumlah kecil atau besar, itu bisa menjadi peluang untuk menanam kebaikan yang akan kembali kepada kita dalam berbagai bentuknya, termasuk kebahagiaan, keberkahan, dan pastinya ridha dari Tuhan. Oleh karenanya janganlah diabaikan.


Ketika tiba-tiba terbetik dalam hati untuk melakukan amal sosial, itu merupakan tanda kebaikan yang ditanamkan oleh Tuhan dalam diri kita. Amal sosial dalam Islam sangat dianjurkan sebagai wujud tanggung jawab terhadap sesama, terutama mereka yang kurang beruntung atau berada dalam kesulitan. Gerakan hati untuk berbuat amal sosial seringkali datang tanpa rencana, dan ini bisa dianggap sebagai dorongan ilahi untuk menebarkan kebaikan secara luas.

Amal sosial merupakan cara bagi kita untuk menjadi manfaat bagi orang lain. Ketika hati tergerak untuk melakukannya, itu bisa jadi kesempatan emas untuk meraih pahala, meningkatkan kualitas diri, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Gerakan hati untuk melakukan amal sosial mencerminkan nilai kemanusiaan yang tinggi dalam Islam, yang mengajarkan agar kita tidak hidup hanya untuk diri sendiri, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain. Amal sosial yang dilakukan dengan ikhlas akan membawa ketenangan hati dan keberkahan dalam hidup, baik bagi pemberi maupun penerima. Oleh karenanya jika ada bisikan untuk amalan sosial, janganlah kita abai.

Ketika tiba-tiba terbetik di dalam hati untuk harus menolong orang lain, hal itu bisa menjadi petunjuk bahwa kita dipilih oleh Tuhan sebagai perantara kebaikan untuk orang lain. Niat spontan untuk menolong adalah bentuk rahmat dan kasih sayang yang dianugerahkan Tuhan kepada hamba-Nya agar saling membantu dan menciptakan harmoni sosial. Islam sangat menganjurkan tolong-menolong dalam kebaikan.

Niat untuk menolong sesama yang muncul tiba-tiba menunjukkan kepekaan hati terhadap kesulitan orang lain. Itu bisa terjadi karena Tuhan menanamkan rasa empati dan kasih dalam hati kita. Tindakan menolong tidak selalu dalam bentuk materi, tetapi bisa juga dalam bentuk tenaga, waktu, nasihat, atau sekadar mendengarkan masalah orang lain. Bahkan, sekecil apapun bantuan yang diberikan, di sisi Tuhan pastinya sikap dan prilaku tersebut memiliki nilai kebaikan yang besar.

Ketika perasaan untuk menolong orang lain muncul, itu juga bisa menjadi kesempatan untuk berlatih keikhlasan. Dengan menolong tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang yang ditolong, kita mengajarkan diri untuk lebih mendekat kepada Tuhan, yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Oleh karenanya jika ada bisikan untuk menolomng sesama, janganlah kita abai.

Selanjutnya ketika tiba-tiba terbetik dalam hati keinginan untuk membaca al-Qur’an, itu adalah tanda kebaikan dari Tuhan yang memberi hidayah dan petunjuk kepada hamba-Nya untuk berkomunikasi dengan-Nya. Al-Qur’an adalah kalam Tuhan, yang menjadi sumber cahaya, petunjuk, dan rahmat bagi umat manusia. Keinginan spontan untuk membaca al-Qur’an adalah salah satu bentuk panggilan spiritual yang perlu disambut dengan rasa syukur dan segera dilaksanakan.

Membaca al-Qur’an mendatangkan ketenangan jiwa, meningkatkan keimanan, serta menjadi sarana komunikasi langsung dengan Tuhan. Gerakan hati untuk membaca al-Qur’an bisa jadi adalah sebuah panggilan untuk memperoleh pencerahan, ketenangan, atau bahkan jawaban dari berbagai persoalan hidup yang sedang dihadapi. Oleh karenanya, jika ada bisikan untuk membaca al-Qur’an, janganlah kita abai.


Demikian pula ketika tiba-tiba terbetik dalam hati keinginan untuk bersilaturrahmi, itu adalah tanda dari Tuhan telah menanamkan hasrat untuk mempererat hubungan dengan sesama, baik itu keluarga, kerabat, atau teman. Dalam Islam, silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting karena dapat mempererat ukhuwah, menjaga persaudaraan, dan mendatangkan berkah dalam hidup.

Keinginan untuk bersilaturrahmi yang muncul secara tiba-tiba bisa jadi adalah bentuk ilham untuk memperbaiki hubungan, memohon maaf, atau sekadar menyambung kembali komunikasi yang mungkin sempat terputus. Ini adalah peluang untuk mendapatkan ridha Tuhan, karena Rasulullah saw sangat menekankan pentingnya menjaga silaturrahmi dalam ajaran Islam. Oleh karenanya jika ada bisikan untuk bersilaturrahmi, janganlah kita abai.

Sebagai catatan pinggir, bahwa bisikan keinginan spontan yang terbetik di dalam hati untuk melakukan kebaikan, seperti bersedekah, menolong orang lain, membaca al-Qur’an, atau bersilaturahmi, merupakan bentuk hidayah dan ilham dari Tuhan yang perlu disambut dengan segera tanpa ditunda. Islam mengajarkan bahwa setiap dorongan kebaikan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, memperoleh pahala, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Menunda amal kebaikan dapat melemahkan niat dan menghilangkan kesempatan yang diberikan Tuhan, sehingga penting untuk segera bertindak.

Isyarat yang tiba-tiba terbetik di dalam hati telah dibahasakan oleh al-qur’an dengan indah di Surah Fathir ayat 32: ”Tsumma auratsnal-kitâballadzînashthafainâ min ‘ibâdinâ, fa min-hum dhâlimul linafsih, wa min-hum muqtashid, wa min-hum sâbiqum bil-khairâti bi’idznillâh, dzâlika huwal-fadllul-kabîr”.

Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah (dianugerahkannya kitab suci adalah) karunia yang besar. (Sumber : Alamtara.co Institut)

Penulis : adalah, Guru Besar dan Wakil Rektor II UIN Mataram


0 Komentar