Kadisnakertrans NTB : Kejahatan TPPO Perlu Di “Blow Up” Besar Besaran Agar Timbul Efek Jera

BidikNews.net,Mataram,NTB - Pernyataan tegas ini disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H ketika acara Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan BP3MI NTB tahun 2023 lalu dengan tema “Evaluasi Tata Kelola Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di NTB”  yang bertempat di Hotel Holiday Resort, Jumat (8/12/2023).

Dikutip dari website Disnakertrans Provinsi NTB,9 Desember 2023 menyebutkan, Kegiatan FGD ini diselenggarakan BP3MI NTB  dalam rangka menciptakan inovasi tata kelola penempatan dan perlindungan PMI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 untuk membuat PMI dapat terlindungi. 

Dalam kesempatan itu, Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H mengungkapkan bahwa pemberangkatan PMI secara illegal merupakan salah satu pintu masuknya kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Karena itu pencegahan TPPO harus dilakukan secara simultan dengan menihilkan angka PMI non-procedural melalui pembinaan dengan pendekatan persuasif dan pendekatan represif untuk memberikan efek jera.

Pembinaan dengan pendekatan persuasif dapat berupa edukasi, sosialisasi dan desiminasi bahaya TPPO di masyarakat dengan melibatkan stakehorlder terkait, yaitu TNI – Polri di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga babinsa dan babinkamtibmas, Kades/Kadus di tingkat Desa serta Dinas Sosial, BP3AKB, dan imigrasi.” jelas I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H.

Mindset lama terkait rekrutmen CPMI dilakukan oleh PL seperti yang diatur pada UU No. 39 Tahun 2004 harus diubah sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2017 yang menyatakan proses rekrutmen harus melibatkan desa dan disnaker kota/Kabupaten.” Tegasnya.

“Tidak ada lagi perekerutan yang dilakukan oleh PL atau sponsor/calo perorangan, tetapi dilakukan oleh petugas resmi dari Disnakertrans dan Petugas Antar Kerja yang ditunjuk oleh perusahaan resmi yang punya ijin dan job order.” Terang .” .” I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H berpose bersama ketika acara Focus Group Discussion (FGD) tahun 2023 lalu yang bertempat di Hotel Holiday Resort.

Petugas ini akan diberikan pelatihan hingga nantinya informasi yang sampai ke masyarakat bisa dijamin keakuratannya,” tegas Aryadi. 

I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H.mengungkapkan, Sejak Agustus 2022 minat warga NTB yang ingin bekerja di luar negeri tercatat sebanyak 56 ribu lebih. Yang sudah ditempatkan sekitar 34 ribu. Masih ada 22 ribu warga NTB yang ingin keluar negeri tapi belum terserap pasar kerja luar negeri.” Bebernya ketika itu. 

Berdasarkan data BP2MI, kata I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H. tahun 2023 ada sekitar 500 ribu PMI asal NTB yang bekerja di puluhan negara penempatan di dunia. Dari jumlah tersebut, PMI bermasalah yang ditangani Disnaker pada tahun 2021-2022 ini sebanyak 1.008 orang. Jumlah tersebut jauh menurun jika dibandingkan jumlah kasus tahun-tahun sebelumnya yang mencapai puluhan ribu orang.

“Meski dalam 2-3 tahun terakhir kasus TPPO di NTB menurun, namun setiap ada kasus perlu di blow up secara besar-besaran di media untuk mengedukasi dan mengingatkan masyarakat,” ujarnya. 

Menurut Aryadi itu merupakan salah satu langkah persuasif untuk menyadarkan masyarakat tentang konsekuensi jika berangkat bekerja ke luar negeri secara non prosedural dan juga untuk menyadarkan jika ada aparat/petugas atau oknum yang nakal.  

“Ketika suatu kasus di blow up berarti ada banyak mata yang melihat dan telinga yang mendengar. Dan itu akan ikut mengontrol serta mengawasi. Sehingga orang yang ingin melakukan penipuan TPPO akan berpikir ulang. Jika  ada Perusahaan atau oknum petugas yanf masih nakal maka terpaksa kita tindak, ” ucap Aryadi. 

Foto : Repro BidikNews.net

Selain melalui pendekatan persuasif, langkah yang tidak kalah pentingnya adalah melalui pendekatan represif dengan penegakan hukum terhadap para pelaku perseorangan atau perusahaan yang melakukan proses penempatan secara non prosedural.

Jika penegakan hukum ini menggunakan UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka kejahatan PL atau calo pelaku kejahatan non prosedural PMI ini, seringkali bebas sebab sangat sulit dalam pembuktiannya. 

Karena itu para pelaku kejahatan ini perlu ditindak sesuai dengan ranah Disnaker yaitu penegakan UU No. 18 Tahun 2017.

Meski begitu menurut Aryadi di UU No. 18 Tahun 2017 ini masih ada kelemahan, salah satunya yaitu ketika P3MI  melakukan pelanggaran hukum, tidak ada sanksi pidananya. Yang ada hanyalah sanksi administrasi. Ini menimbulkan kesulitan untuk memberikan sanksi, kata Aryadi. 

“Ada beberapa kasus P3MI punya JO dan SIP pada jabatan tertentu, contohnya ke Taiwan untuk industri. Namun ternyata yang direkrut adalah pertukangan. Izinnya apa yang direkrut apa. Karena itu perlu diperhatikan betul apa JO yang dibuka dan apa yang direkrut. Jangan sampai diberikan izin jika tidak sesuai. Karena pasti tidak berangkat,” tegas Aryadi. 

Selain P3MI, yang perlu ditertibkan dan diawasi adalah LPK/LPKS yang ada kaitannya dengan proses penyiapan CPMI. Banyak ditemukan di lapangan LPK yang tugasnya melatih tapi melakukan rekrutmen. Ada 40 LPK/LPKS yang sudah diproses hukum terkait pelanggaran ini. 

Para tersangka pelaku kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diyangkap Polisi

“Karena izin pendirian LPK itu ada di kab/kota makanya kami mengingatkan untuk aparat yang ada di Kab/Kota untuk ikut mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap LPK,” ujarnya. 

Saat ini modus kejahatan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Karena itu tidak mungkin BP2MI bisa bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat, instansi dan nomenklatur lainnya. 

“Kita semua harus berkomitmen untuk bekerja sama mencegah dan mengurangi kasus PMI non prosedural dan kejahatan TPPO. Kolaborasi, koordinasi, dan komunikasi harus terus ditingkatkan. Tidak ada sesuatu yang sulit jika semua dikomunikasikan dengan baik,” tutup I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H.

Sementara itu Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga yang kini telah diganti Noerman Adhiguna, mengatakan BP3MI dalam 1,5 tahun ini telah berupaya memberikan pelayanan maksimal bagi PMI kita di NTB.

Sebagai informasi kata Sinaga bahwa, pembebasan biaya penempatan untuk Pekerja Migran merupakan mandat dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Biaya ini menyangkut biaya administratif dan teknis sebelum keberangkatan. 

Sebagaimana dimandatkan dalam UU No. 18/2017, terutama Pasal 30, BP3MI telah menerbitkan Peraturan BP3MI yang progresif dan revolusioner melalui pembebasan biaya penempatan melalui Peraturan BP3MI No. 09/2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia. 


Berdasarkan Peraturan BP3MI tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI tersebut akan membebaskan biaya penempatan pada 10 jenis jabatan yang terkategorikan sebagai jabatan informal dan jabatan rentan yang kesepuluh jabatan tersebut antara lain Pengurus rumah tangga, Pengasuh bayi, Pengasuh lanjut usia (lansia), Juru Masak, Supir Keluarga, Perawat Taman, Pengasuh Anak, Petugas Kebersihan, Petugas ladang/perkebunan, Awak Kapal Perikanan Migran.

“Jika ada perusahaan yang masih nakal untuk memungut biaya akan kena sanksi 5 tahun penjara,” tegasnya. 

Sebagai pelayanan pelindungan PMI, kita wajib menyebarkan informasi jika NTB sudah zero cost dalam hal pemberangkatan CPMI untuk menutup kesempatan calo/tekong yang akan memungut biaya untuk CPMI yang ingin berangkat secara non prosedural. 

“Pemerintah Daerah, BP3MI dan stakeholder terkait harus bersinergi untuk memberantas tekong dalam memberangkatkan secara non prosedural,” kata Sinaga.

Pewarta: TIM




0 Komentar