Dari Mayoritas Ke Minoritas Dan Sebaliknya, Oleh Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd

Hikmah Jum`at, 20 Desember 2024.

 ”Mayoritas di Akhir, Minoritas di Awal dan Minoritas di Akhir, Mayoritas di Awal" adalah sebuah metafora yang menggambarkan adanya pergeseran status atau posisi pada suatu kelompok atau individu dalam perjalanan waktu. Metafora ini sering digunakan untuk menunjukkan dinamika perubahan sosial, perjuangan, atau transisi dari kondisi yang sulit menuju keberhasilan yang lebih besar atau sebaliknya. 

KITA mulai dengan mengurai metafora ”Mayoritas di Akhir, Minoritas di Awal”.  Secara lebih luas, metafora ini mencerminkan pola bahwa terkadang sesuatu yang dianggap kecil, tidak populer, atau minoritas pada awalnya, bisa berubah menjadi lebih dominan, diterima, atau bahkan mengubah arah dalam jangka panjang. Dalam arti kelompok atau individu yang pada akhirnya menjadi dominan, memperoleh pengakuan, atau meraih kesuksesan setelah melalui perjalanan yang panjang dan penuh tantangan. Sementara itu, minoritas di awal menggambarkan posisi mereka yang semula kecil, terpinggirkan, atau tidak dianggap penting dalam tahap awal menjadi dominan oleh suatu suatu proses atau perubahan.

Konsep ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam dunia sosial, politik, ekonomi, agama, maupun pendidikan. Metafora ini juga bisa merujuk pada ide-ide atau gagasan yang pada awalnya dianggap asing atau tidak diterima, namun seiring waktu menjadi lebih diterima dan bahkan diadopsi oleh banyak orang.

Pada akhirnya kita dapat memahami bahwa fenomena "Mayoritas di Akhir dan Minoritas di Awal" merupakan konsep yang mengajarkan bahwa ketika kita menebar sesuatu yang positif, meskipun awalnya hanya sedikit yang memahami atau mendukungnya, pada akhirnya, kebaikan tersebut akan mendapatkan lebih banyak simpatisan dan diterima oleh mayoritas.

Kebaikan yang dimulai dalam jumlah kecil atau sebagai ide minoritas pada akhirnya dapat berkembang menjadi sesuatu yang diterima oleh mayoritas karena beberapa alasan mendalam yang terkait dengan nilai dasar kemanusiaan dan prinsip universal. Banyak bukti outentik tentang gejala minoritas di awal menjadi mayoritas di akhir, atau sebaliknya mayoritas di awal dan menjadi minoritas di akhir.

Kebaikan memang memiliki daya tarik intrinsik karena ia berkaitan dengan prinsip-prinsip universal yang diakui oleh hampir setiap manusia, seperti keadilan, kasih sayang, kebebasan, dan kebenaran. Meskipun pada awalnya sulit diterima atau dipahami, seiring berjalannya waktu, nilai-nilai ini akan menggugah hati dan pikiran banyak orang.

Seperti yang dialami oleh para Nabi dan para pewarisnya, kebaikan sering kali membutuhkan keteguhan dan konsistensi dalam penyampaiannya. Para Nabi yang terus menyebarkan wahyu meskipun mendapat perlawanan keras, akhirnya berhasil memahamkan umat. Demikian juga dalam kehidupan kita, keteguhan dalam berbuat baik meskipun awalnya hanya sedikit yang mendukung, pada akhirnya akan menunjukkan jalan bagi orang lain untuk mengikuti jejak tersebut.


Penting diingat bahwa kebaikan yang tulus dan dilakukan dengan niat yang benar akan menyentuh hati orang. Pada mulanya mungkin hanya sedikit yang peduli, tetapi ketika orang melihat ketulusan dan konsistensi, mereka akan terinspirasi untuk ikut serta. Pengaruh positif dari tindakan yang baik sering kali menyebar secara alami, melalui teladan, perkataan, atau tindakan kolektif yang dilakukan dalam komunitas.

Jadi fenomena "Mayoritas di Akhir dan Minoritas di Awal" yang dialami oleh para Nabi dan para pewarisnya memberikan kita pelajaran yang sangat berharga, apabila kita menyebarkan kebaikan dengan ketulusan dan kesabaran, meskipun awalnya hanya sedikit yang mengikuti, pada akhirnya kebaikan tersebut akan mendapatkan dukungan yang besar.

Selanjutnya kita bahas fenomena "Minoritas di Akhir dan Mayoritas di Awal". Metafora ini biasanya muncul dan dialami oleh pendusta agama dan tokoh-tokoh serupa dalam sejarah. Metafora ini mencerminkan suatu gejala sosial yang menunjukkan bagaimana keburukan atau penyalahgunaan kekuasaan dapat memperoleh dukungan mayoritas pada awalnya, tetapi pada akhirnya akan berujung pada penolakan dan kejatuhan. Ini adalah suatu fenomena yang dapat kita amati tidak hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam sejarah politik, sosial, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika yang disebarkan adalah keburukan atau ajaran yang menyesatkan, pada awalnya bisa mendapat dukungan luas, tetapi akhirnya, keburukan tersebut akan menuai titik jenuhnya dan akan ditinggalkan oleh pengikutnya.

Beberapa individu atau kelompok dalam masyarakat bisa saja mendukung keburukan karena mereka mendapatkan keuntungan pribadi dari sistem yang ada. Mereka yang diuntungkan oleh kekuasaan atau posisi tinggi misalnya akan cenderung mendukung ideologi yang mendominasi, sekalipun itu melanggar prinsip moral atau agama. 

Jadi meskipun keburukan atau kebohongan dapat memperoleh dukungan mayoritas pada awalnya, namun pada akhirnya kebenaran dan keadilan akan mengungkapkan dirinya. Seiring berjalannya waktu, tatkala kebenaran terungkap, maka akan semakin banyak orang yang menyadari kebohongan atau keburukan yang telah disebarkan. Dalam konteks agama, keburukan atau ketidakadilan tidak dapat bertahan lama, karena sistem yang didirikan atas dasar kebohongan tidak memiliki dasar yang kuat untuk bertahan. Pada akhirnya, ketidakadilan ini akan meruntuhkan dirinya sendiri. Jika banyak orang terbangun dan mulai menyadari keburukan yang terjadi, maka pengikut keburukan akan berkurang.


Ketika mulai ada kesadaran kolektif akan ketidakadilan dan keburukan yang tersebar, pasti akan timbul dorongan yang kuat untuk melawan. Masyarakat yang tidak lagi percaya pada kebohongan atau keburukan akan mulai menuntut perubahan. Seperti dalam banyak peristiwa sejarah, revolusi dan perubahan sosial sering kali dimulai ketika mayoritas masyarakat bangkit melawan tirani dan keburukan yang sudah terlalu lama dipertahankan.

Fenomena "Minoritas di Akhir dan Mayoritas di Awal" yang dialami oleh para pendusta agama, menunjukkan bagaimana keburukan atau kebohongan bisa memperoleh dukungan mayoritas pada awalnya, tetapi pada akhirnya, kebenaran dan keadilan akan menyingkap keburukan tersebut. Ketika masyarakat mulai memahami kebenaran, keburukan yang tampaknya kokoh akan hancur dan pengikutnya akan berkurang. 

Sebagai catatan pinggir, penting bagi kita untuk terus berpegang pada kebenaran, keadilan, dan moralitas, serta tidak terpengaruh oleh kebohongan atau keburukan yang manipulatif. Ingat  peringatan Tuhan di surah Al Isra’ ayat 81, ”Wa qul jā`al-ḥaqqu wa zahaqal-bāṭilu innal-bāṭila kāna zahụqā” Dan katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

Penulis : adalah Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram




0 Komentar