Mengubah Kekhawatiran Menjadi Solidaritas Oleh: Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd

Hikmah Jum`at, 10 Januari 2025

Di
suatu desa diramalkan akan terjadi paceklik yang berkepanjangan, oleh pimpinan desa menyarankan seluruh penduduk desa untuk menjaga hasil bumi dengan menyimpannya untuk keperluan beberapa bulan ke depan. Akhirnya seluruh penduduk desa tidak menjual hasil buminya ke pasar dan menyimpannya untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya selama paceklik terjadi.

Di saat penduduk desa mulai menyimpan hasil buminya, tiba-tiba sekelompok perajurit melewati desa tersebut setelah menyelesaikan peperangan di daerah perbatasan. Dalam kondisi yang melelahkan dan lapar, para perajurit meminta belas kasihan penduduk desa untuk memberinya sedikit bahan makanan dari hasil bumi mereka. Dikarenakan adanya isu paceklik, maka penduduk desa enggan berbagi dengan dalih, kamipun tidak punya persediaan makanan.

Para prajurit pindah dari satu rumah ke rumah yang lain untuk meminta bantuan bahan makanan, ternyata seluruh penduduk desa itu memberikan jawaban yang sama. Karena sekelompk prajurit itu penasaran, akhirnya dia bertanya kepada pimpinan desa, dan mendapatkan jawaban, kerena penduduk desa khawatir beberapa hari ke depan akan terjadi paceklik yang panjang.

Setelah para prajurit tidak mendapatkan bantuan makanan dari penduduk desa, akhirnya komandan prajurit mengumumkan untuk membikin sop batu. Prajurit meminta wadah yang paling besar untuk memasak sop batu kepada penduduk desa, penduduk desa meminjamkan wadah dengan penuh penasaran, seperti apakah sop batu itu.

Penduduk desa diminta berkumpul di tanah lapang untuk menyaksikan proses memasak sop batu. Hampir seluruh penduduk desa datang karena penasaran. Mulailah prajurit itu memasak air dan setelah airnya matang, prajurit memasukkan tiga buah batu.

Setelah beberapa menit mendidih, prajurit mulai mencicipi sop batu tersebut, dan mengatakan andaikan ada bumbu desa, sungguh sop ini sangat enak. Maka diam-diam seorang penduduk yang mendengar omongan prajurit itu pulang mengambil bumbu desa, dan menyerahkan ke prajurit.

“Menyentuh hati umat dalam memotivasi untuk berbagi atau bersedekah adalah seni yang memerlukan pemahaman mendalam tentang kondisi psikologis, sosial, dan spiritual umat”


Setelah dikasih bumbu, prajurit kembali mencicipi dan mengatakan, andaikan ada sayur-sayuran sungguh sop ini akan sangat enak. Diam-diam beberapa orang penduduk yang mendengar omongan prajurit itu pulang mengambil sayur, ada yang membawa wortel, brokoli, kentang, kol, dan beberapa sayuran lainnya diserahkan ke prajurit dan dimasukkan ke dalam sop. Kembali prajurit mencicipi dan mengatakan, andaikan ada irisan daging, maka sop batu ini akan sangat sempurna.

Maka diam-diam seorang penduduk yang mendengar omongan prajurit itu yang kebetulan memiliki simpanan daging, pulang mengambil daging dan menyerahkannya kepada perajurit, lalu perajurit mencicipi, dan mengatakan sop batu ini sungguh sangat sempurna, silahkan penduduk desa boleh mencicipi sop ini ramai-ramai.

Penduduk desa yang tidak pernah membuat sop dengan campuran selengkap itu mengatakan, sungguh, baru kali ini kami merasakan ada sop yang sangat sempurna rasanya, akan sangat nikmat kalau kita makan dengan nasi, dan sebagian besar penduduk desa mengambil nasinya dan makan bersama dengan lauk sop batu.     

Dari kisah di atas memberikan pelajaran berharga bahwa sifat kikir yang diperlihatkan penduduk desa dapat diubah menjadi semangat berbagi melalui rangsangan dan paksaan yang kreatif—bagaimana mengubah kekhawatiran menjadi solidaritas. Artinya, menyentuh hati umat dalam memotivasi untuk berbagi atau bersedekah adalah seni yang memerlukan pemahaman mendalam tentang kondisi psikologis, sosial, dan spiritual umat.

Kita harus memahami bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk terhubung dengan cerita yang relevan dengan kehidupannya, maka menyampaikan pesan moral melalui empati, pendekatan dan media yang kreatif serta persuasif yang lembut, akan lebih efektif dapat menarik perhatian umat.

“Banyak orang merasa kontribusinya kecil dan tidak cukup berarti, padahal kekuatan sebenarnya terletak pada akumulasi, sehingga penting adanya edukasi untuk masyarakat bahwa setiap langkah kecil, dapat mengatasi masalah besar jika dilakukan bersama”

Kemudian kisah di atas juga mengandung pesan bahwa rasa kebersamaan merupakan fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan peduli. Salah satu cara efektif untuk mencapainya adalah dengan menanamkan budaya kontribusi kecil.

Kontribusi kecil ini, jika dilakukan secara kolaboratif oleh banyak orang, dapat menghasilkan dampak besar yang tidak hanya mempererat hubungan antar individu tetapi juga memperkuat solidaritas sosial. Kata Nabi “ittaqunnar walau bisyiqqa tamratin” Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan sebutir kurma. (Al Hadis).

"Banyak orang merasa kontribusinya kecil dan tidak cukup berarti, padahal kekuatan sebenarnya terletak pada akumulasi, sehingga penting adanya edukasi untuk masyarakat bahwa setiap langkah kecil, dapat mengatasi masalah besar jika dilakukan bersama (baca:berjamaah)."


Dalam sebuah komunitas misalnya, apabila penduduk menyumbangkan segenggam beras setiap hari, maka akan terkumpul puluhan kilogram beras yang cukup untuk membantu keluarga yang membutuhkan.

Sebagai catatan pinggir, bahwa dalam memberikan motivasi beramal, terutama untuk mengajak umat berbagi dan menghindari kekikiran diperlukan pendekatan yang tidak hanya logis, tetapi juga menyentuh emosi dan menggugah hati.

Pendekatan yang menggugah hati dapat menciptakan koneksi yang lebih mendalam. Jadi, memotivasi umat untuk bertindak bukan karena tekanan eksternal, tetapi karena dorongan hati yang tulus. Dengan demikian pesan yang disampaikan tidak hanya diterima oleh pikiran, tetapi juga mengakar di hati dan diwujudkan dalam tindakan nyata.

”Ud‘u ilâ sabîli rabbika bil-ḫikmati wal-mau‘idhatil-ḫasanati wa jâdil-hum billatî hiya aḫsan, inna rabbaka huwa a‘lamu biman dlalla ‘an sabîlihî wa huwa a‘lamu bil-muhtadîn”. Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk. QS. An Nahl ayat 125.

Penulis: Adalah Wakil Rektor II UIN Mataram


0 Komentar